Sejarah
Pantai Ngobaran terletak di Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Untuk dapat menuju ke pantai ini, Anda harus melalui pintu masuk area wisata pantai Gunungkidul sebelah barat. Medan yang harus dilalui pun cukup sulit, dimana jalan yang kecil dan beberapa berlubang, membuat tim kami tidak bisa melaju dengan bebas di jalanan.Namun benar apa kata pepatah. Berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita kemudian. Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Sesampainya di tempat parkir, tim kami langsung seakan-akan ternganga melihat apa yang ada di depan kami. Ternyata memang benar di pantai ini ada candinya. Candi di pinggir pantai adalah sebuah pemandangan yang di Gunungkidul hanya Ngobaran-lah yang memilikinya. Tentunya itu menyimpan cerita tersendiri yang kita bahas nanti.
Setelah meminum habis es kelapa muda seharga Rp. 7.000,00 di Pantai Ngobaran, kami lalu lanjut berkeliling candi. Waktu kami kesana, jalan masuk utama ke candi sedang direnovasi, sehingga kami masuk lewat samping. Berikut adalah foto pintu masuk candinya.
Pantai ini seperti memiliki daya magis untuk membuat suasana terasa hening, meskipun pada saat kami kesana, juga banyak pengunjung yang datang selain kami. Memasuki area candi, mata kami langsung tertuju pada sebuah batu seperti semacam prasasti.
Menurut cerita masyarakat setempat, Prabu Brawijaya V atau juga dikenal sebagai Bhre Kertabhumi yang merupakan raja terakhir Majapahit, melarikan diri bersama kedua istrinya, Bondang Surati (Istri Pertama) dan Dewi Lowati (Istri Kedua), karena tidak ingin berperang melawan anaknya sendiri yang ingin menguasai Majapahit, yang bernama Raja Fatah, Raja I Demak. Brawijaya berkelana kesana kemari untuk menghindari kejaran putranya sendiri tersebut.
Ketika tiba di daerah pantai yang kini bernama Pantai Ngobaran, mereka menemui jalan buntu. Mereka dihadang oleh ombak laut selatan yang sangat ganas kala itu. Akhirnya Brawijaya V memutuskan untuk moksa dengan cara membakar diri. Sebelum menceburkan diri ke dalam api yang telah dia persiapkan, ia bertanya kepada dua istrinya. "Wahai istriku, Siapa diantara kalian yang paling besar cintanya kepadaku?", Dewi Lowati menjawab, "Cinta saya kepada Tuan sebesar gunung". Sedangkan Bondang Surati menjawab, "Cinta saya kepada tuan, sama seperti kuku ireng, setiap selesai dikethok (dipotong), pasti akan tumbuh lagi."
Setelah mendengar jawab dari kedua istrinya, Brawijaya V langsung menarik tangan Dewi Lowati, lalu menceburkan diri ke dalam api yang membara. Pada saat itulah, keduanya tewas dan hangus terbakar. Prabu Brawijaya memilih Dewi Lowati karena cinta istri keduanya itu lebih kecil daripada cinta istrinya yang pertama. Dari peristiwa membakar diri inilah, kawasan ini diberi nama Ngobaran. Ngobaran berasal dari kata kobong atau kobaran, yang berarti terbakar atau membakar diri.
Kebenaran cerita tentang Prabu Brawijaya V yang membakar diri ini masih diragukan oleh sebagian pihak. Menurut keterangan dari sebagian masyarakat setempat yang diperoleh dari orangtua mereka, Prabu Brawijaya V sebenarnya tidak meninggal di kawasan Pantai Ngobaran. Pada saat peristiwa tersebut, ada seorang warga yang menyaksikan bahwa yang menceburkan diri ke dalam api bukanlah Brawijaya V dan istrinya, akan tetapi hanya anjing peliharaannya saja. Pendapat ini dikuatkan dengan ditemukannya petilasan (jejak berupa tulang belulang) sisa kobaran api yang ternyata bukan tulang belulang manusia, melainkan belang yoyang (tulang belulang anjing).
Cerita versi lain mengatakan bahwa Brawijaya V melakukan moksa (hilang) di Puncak Gunung Lawu. Menurut para sejarawan, versi ini sesuai dengan fakta sejarah. Kenyataan menunjukkan bahwa memang Brawijaya V enggan masuk Islam dan tidak mau berperang melawan putranya sendiri sehingga ia meninggalkan istana menuju Blambangan dan kemudian mengasingkan diri di Puncak Gunung Lawu bersama dua orang abdinya Dipa Manggala dan Wangsa Manggala. Di puncak Gunung Lawu itulah Brawijaya moksa dan musnah bersama kedua abdinya. Dengan musnahnya Brawijaya V, maka sirnalah Kerajaan Majapahit, yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi.
Entah versi mana yang benar, namun masyarakat sekitar Pantai Ngobaran tetap mempercayai bahwa Brawijaya V pernah pernah meninggalkan jejak di Pantai Ngobaran sehingga kawasan ini menjadi salah satu obyek wisata petilasan atau wisata ritual yang ada di Gunungkidul. Penganut Kejawan yang merupakan aliran kepercayaan peninggalan Prabu Brawijaya V sering melakukan ritual di kawasan ini. Selain itu, penganut Hindu juga sering mengadakan upacara Galungan setiap bulan purnama dan upacara Melastri dalam rangkaian upacara Hari Raya Nyepi. Begitu pula penganut kepercayaan Kejawen, setiap malam Selasa dan malam Jumat Kliwon mengadakan ritual di kawasan pantai ini.
Sumber referensi : http://www.jogjatrip.com/id/554/0